Komisi I DPR Siapkan Definisi Baru Penyiaran

14 October 2025
Komisi I DPR Siapkan Definisi Baru Penyiaran

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memastikan proses revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran terus dilakukan. DPR juga mengajak semua pihak untuk memberikan masukannya. Harapannya, regulasi baru ini dapat memberikan rasa aman bagi publik dan menjamin keadilan bagi siapapun. 

“Intinya komisi 1 (DPR RI) sangat konsen dengan undang-undang ini dan harapannya bahwa ruang-ruang siaran itu akan aman bagi siapa saja. Aman bagi keamanan nasional, aman bagi masyarakat kita, aman bagi perkembangan peradaban Indonesia,” tegas Anggota Komisi I DPR RI, Taufiq R. Abdullah, dalam sambutan kunci sekaligus membuka kegiatan Sosialisasi Hasil Pengawasan Siaran TV dan radio dengan tema “Merawat Persatuan Melalui Penyiaran yang Sehat dan Berkualitas,” di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/9/2025) kemarin.

Ia pun mendorong aspirasi publik (kalangan kampus) untuk ikut memberi masukan terhadap RUU Penyiaran. “Ini bisa didiskusikan dengan Komisi I dan jika ada perkembangan-perkembangan bisa disampaikan baik secara formal, baik melalui komisi maupun anggota-anggota,” ujar Taufiq.

Sebelumnya, dalam sambutan itu, Taufiq menyampaikan kondisi dan tantangan yang dihadapi penyiaran Indonesia saat ini. Termasuk perihal berlarut-larut proses revisi UU Penyiaran. 

Menurutnya, situasi penyiaran (konten digital/internet) saat ini begitu dinamis. Kendati ada UU ITE, hal itu belum sepenuhnya memberikan rasa aman dan keadilan bagi publik. “Intinya sudah ada pengaturan. Tetapi karena perkembangannya lebih cepat dari aturan, maka harus segera di revisi (UU Penyiaran),” tutur Anggota DPR RI dari Fraksi-PKB ini. 

Masih membahas isi RUU Penyiaran, Taufiq mengungkapkan, pihaknya sepakat jika definisi penyiaran dalam RUU dibuat lebih luas, tidak hanya TV dan radio. “Ini kabar gembira. Buat KPI tentunya. Karena KPI akan mengawasi platform digital. Tak tahu beratnya seperti apa. Karena itu, fungsi KPI akan diperluas,” jelas Taufiq. 

Ia juga berharap KPI dapat bekerjasama dengan lembaga-lembaga sosial. Menurutnya, kolaborasi dapat menguatkan peran dan fungsi KPI di tengah masyarakat. 

Sementara itu, Ketua KPI Pusat Ubaidillah berharap, RUU Penyiaran merumuskan penguatan kewenangan KPI untuk menciptakan tayangan yang lebih baik. Hal ini tak lepas dari kebutuhan masyarakat mendapatkan informasi yang benar. 

“Ketika ada kejadian yang viral atau heboh di media sosial, maka televisi dan radio menjadi penjernihnya (penjelas). Informasi dari TV dan radio sudah dipastikan kebenarannya karena ada aturan dan di awasi KPI,” ujarnya di tempat yang sama.

Perihal pengawasan siaran TV dan radio, Ubaid berharap masyarakat (mahasiswa) ikut aktif melakukannya. “Jadi, apabila ada yang menemukan tayangan yang tidak sesuai dengan regulasi, maka kami mohon untuk diadukan ke KPI,” tutupnya.